Jumat, 11 Desember 2009

PSIKOLOGI TULISAN

MENULIS: CERMIN PSIKOLOGIS MANUSIA

Berawal dari obrolan ringan, seperti kebiasaan yang kami lakukan setiap diskusi berkala di Mizan Study Club. Kali itu, saya kebetulan menjadi pemakalah. Sebelum kami mendiskusikan substansi makalah, kami membiasakan meluangkan waktu sejenak untuk mendiskusikan editing tulisan dan bahasa. “Kamu lagi gelisah yah, Ed?” temanku mulai bertanya setelah membaca beberapa paragraf tulisan saya. “Saya enggak yakin kalau kamu lagi enggak ada masalah?” temanku yang duduk di sebelah ikut berkomentar. “Pasti lagi sibuk atau terburu-buru, iya kan?” timpal yang lain.

Saya terkejut mendengar komentar-komentar itu, saya hanya bisa membalas dengan senyum yang mereka anggap ‘senyum apologi’, mereka mulai mengkritik makalah saya dari huruf, tanda baca, kutipan, catatan kaki, bahasa Indonesia, bahasa serapan, dan lain sebagainya. “Akhirnya ketahuan juga.” Jawabku dalam hati, masih dengan senyum yang kali ini lebih manis. Kebiasaan ini, menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat bagi saya dan teman-teman. Dalam setiap kesempatan, kami selalu membudayakan kritik membangun ini.

Menulis memang bisa dijadikan barometer diri si penulis. Apakah si penulis dalam keadaan gelisah, gulinda, terburu-buru, senang, atau tenang? Semua kondisi psikologis manusia ini bisa kita raba, salah satunya melalui tulisan. Bagaimana kaitannya dengan tulisan tangan dan tulisan komputer, apakah ada kemiripan batasan yang bisa digunakan untuk meraba psikologi seseorang?

TULISAN TANGAN
Irene B Levitt, seorang pakar grafologi dan pendiri Handwritting Consultant, LLC, pernah memiliki pengalaman yang sangat bernilai dalam hidupnya. Melalui kegagalannya dalam menyunting profesi sebagai sekretaris eksekutif di Old Santa Fe Trail Association, dia mencoba mendeteksi kekurangannya hingga ia harus menyingkir ketika pelamar yang berhasil menjadi nominasi untuk menyunting profesi itu tinggal dua orang; dirinya (Irene B Levitt) dan orang lain.

Dia merasa terpukul, kenapa harus kalah di ujung pengharapan. Kenapa tidak kalah dalam babak penyisihan? Perasaan bersalah dan menyesal selalu menyelimutinya, sampai akhirnya dia menemukan jawaban saat pemimpin perusahaan itu keluar dari meeting dan menghampirinya. Anda tahu, apa kira-kira kesalahan Irene hingga ia tersisihkan? Bukan, bukan karena dia tidak memberikan uang ‘sogokan’ kepada para pemimpinnya. Bukan juga karena dia kurang cerdas saat test. Yang menjadi hambatan dia untuk menyunting profesi di perusahaan terkemuka itu adalah, hanya karena huruf t. Ya, karena huruf t, Irene mencoret huruf t hampir di bawah tangkai huruf itu pada surat lamaran yang ia tulis.

Ada apa dengan huruf t? Kenapa bisa sangat berpengaruh dalam kehidupan seorang Irene?

Dalam literatur buku-buku grafologi yang ditemukan oleh Irene, ia mendapatkan bahwa huruf t dan coretan di tengahnya (t-bar) merupakan indikator harga diri seseorang. Irene langsung melatih tulisan tangannya hanya untuk memperbaiki tulisan tangannya, ia menulis kata yang memiliki huruf t sebanyak 30 kali setiap sebelum tidur. Irene berhasil memperbaiki tulisan huruf t dan coretan tengahnya (t-bar). Dan yang lebih menggembirakan lagi, Irene mampu menemukan prinsip baru. Kini, ia bisa mengetahui psikologis dirinya atau orang lain melalui tulisan tangannya. Saat ini, grafologi banyak digunakan oleh para ahli ilmu forensik dalam kepolisian, untuk mengidentifikasi pemalsuan dan kemiripan tulisan tangan sesorang.

Dalam bukunya Brain Writing, Irene menuliskan bahwa t-bar merefleksikan seberapa rendah atau tingginya keinginan penulis dan juga konsistensinya. Tingkat ketebalan t-bar mampu merefleksikan sebuah keinginan dalam mencapai tujuan. Sementara itu, penempatan t-bar menggambarkan sikap, sehubungan dengan kesuksesan meraih tujuan si penulis. Makin tebal dan panjang tekanan t-bar, makin kuat keinginan dan semangat si penulis. Sebaliknya, t-bar yang tipis dan pendek, mengidentifikasikan bahwa si penulis bersemangat rendah.

Irene, berhasil mengidentifikasi kekurangan dalam tulisan tangannya. Melalui coretan t (t-bar) yang kini sudah diperbaiki, Irene kembali menjalani kehidupannya dengan penuh semangat dan percaya diri, sampai menjadi pakar grafologi ternama.

TULISAN KOMPUTER
Bagaimana dengan tulisan komputer? Adakah hubungannya dengan pengalaman Irene di atas?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya memang belum mendapatkan literatur yang menjelaskan bahwa psikologis seseorang bisa dideteksi melalui tulisannya. Logika yang saya gunakan di awal tulisan ini, sebenarnya lebih menyandarkan kepada beberapa pengalaman saya bersama teman-teman di kelompok kajian.

Jika Irene mampu mendeteksi psikologinya lewat tulisan tangan, maka, tidak terlalu berlebihan saya pikir, ketika kita mencoba mendeteksi psikologi seseorang lewat tulisan komputer, meskipun dinilai dari sudut pandang yang berbeda.

Dalam hal ini, seperti yang saya tulis di awal, psikologi seseorang bisa diidentifikasi melalui gaya tulisan, penggunaan tanda baca, penggunaan huruf kapital dan non-kapital, penggunaan catatan kaki, penggunaan bahasa serapan, penggunaan literasi bahasa, dan lain sebagainya. Kebiasaan mendiskusikan editing tulisan dan bahasa yang saya alami, sangat berpengaruh dalam kehidupan. Buktinya, ketika tulisan saya yang masih tergolong acak-acakan, dengan penggunaan tanda baca yang tidak beraturan, huruf yang salah, mereka dengan serta merta menyerang saya dengan pertanyaan yang bersifat psikologis.

Sebaliknya, ketika tulisan komputer kita sudah terlihat lebih rapi dan mudah diserap oleh pembaca, dengan literasi bahasa yang baik, penggunaan tanda baca yang benar, penulisan catatan kaki yang sesuai, maka, kondisi kita saat menulis itu, bisa dimungkinkan dalam keadaan tenang dan menyenangkan.

Pada akhirnya, Anda berkuasa untuk menilai dan mendeteksi psikologi seseorang lewat tulisan dan beberapa media lainnya, dan Anda juga dipersilakan mendeteksi psikologi saya lewat tulisan ini. Semoga kita selalu hidup dalam nuansa kritik-membangun. God knows only!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar